Info Terbaru 2022

Tari Khas Nusa Tenggara Timur- Tari Perang

Tari Khas Nusa Tenggara Timur- Tari Perang
Tari Khas Nusa Tenggara Timur- Tari Perang
Tari Perang dan Adat Suku Bangsa Manggarai NTT

METIF Media Edukatif- Tari Perang sebuah tarian berkelompok yang menggambarkan acara bertarung atau berperang dengan memakai senjata berupa cambuk dan juga perisai, Tari Perang yaitu tarian tradisional dari bumi Congkasae Manggarai, dan tiruana masyarakat di kawasan tersebut rata-rata sudah mengenal Tari Perang tersebut. Tari Perang sering difungsikan sebagai tarian ketika acara-acara khusus biasanya diperankan oleh kaum laki-laki dan bertarung satu lawan satu.

Tari Perang atau yang sering disebut dengan istilah Tari Caci ini merupakan ritual Penti Manggarai. Atau program syukuran atas sebab panen yang melimpah, dan upacara tersebut dilaksanakan bahu-membahu masyarakat desa, terkadang juga dijadikan sebagai ajang pertemuan atau reunion bagi keluarga yang berasal dari suku Manggarai, Tari Perang.

Ritual penti diawali dengan berjalan kaki dari rumah susila menuju ke ladang tempat akan dipergelarkan tari, dan program tersebut ditandai dengan adanya sebuah kayu Teno. Saat program mulai berjalan, akan di lakukan beberapa ritual Barong Lodok yang bertujuan memanggil roh penjaga kebun, biar roh tersebut juga turut muncul mengikuti perayaan Penti. Dan lalu sang kepala susila mengawali ritual dengan cara Cepa atau makan daun sirih, kapur, dan pinang. Prosesi diberikutnya yaitu melaksanakan Pau Tuak atau menuang tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah.

Selanjutnya prosesi menyembelih satu buntut babi yang akan dipakai sebagai dipersembahkan kepada para roh para leluhur. Adapun tujuannya yaitu meminta biar roh leluhur memdiberi keberkahan terhadap tanah para penduduk, dengan asa kedepan tanah atau ladang yang mereka kelola sanggup menghasilkan panen yang ludang keringh melimpah dan di jauhkan dari segala mala petaka, penerima juga melantunkan lagu kebanggaan Sanda Lima, dimana lagu tersebut dinyayikan berulang-ulang sampai lima kali.

Setelah itu rombongan kembali kerumah masing-masing, dan sambil melantunkan lagu-lagu yang menceritakan kegembiraan, sekaligus penghormatan terhadap hasil panen berupa padi yang telah turut membantu kehidupan. Adapun  Ritual Barong Lodok dilaksanakan secara bergantian diawali dari keluarga besar rumah susila Gendang. Selanjutnya dilakukan juga oleh keluarga besar dari rumah susila Tambor, dipercaya keduanya itu merupakan cikal bakalnya Suku Manggarai. 

Ritual Barong Lodok juga mengandung arti membagi tanah ulayat kepada anggota keluarga yang ada di kawasan tersebut. Luas tanah yang akan di terima oleh masing-masing keluarga juga berfariasai hal ini diadaptasi dengan status sosialnya. Cara pembagiannya memakai sistem Moso, yakni sektor dalam Lingko yang pengukurannya memakai jari tangan, orang yang mempunyai kuasa untuk membagi tanah yaitu sang Tua.

Setelah ritual Barong Lodok usai, selanjutnya dilanjutkan dengan ritual Barong Wae. Ritual ini dilakukan untuk mengundang roh leluhur yang menguasai sumber mata air, dengan demikian sumber air di wilayah tersebut airnya tidak pernah surut. Selain itu ritual tersebut juga berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Esa yang telah membuat air sebagai sumber kehidupan masyarakat. Sesajian atau fauna kurban yang disajikan pada ritual ini yaitu berupa satu buntut ayam jantan dan satu butir telur ayam kampung. 

Upacara yang diberikutnya yaitu ritual Barong Compang. Acara tersebut di selenggarakan diatas area tanah yang berbentuk bulat, dan lokasinya berada ditengah-tengah desa atau kampung. Dalam ritual ini Roh penunggu kampung juga turut di undang pada malam hari, masyarakat Suku Manggarai meyakini bahwa roh Naga Galo masih ada di tengah-tengah kampung tersebut. 

Menurut kepercayaan Suku Manggarai Naga Galo ini mempunyai tugas penting bagi kehidupan sehari-hari masyarakat. Dipercarya  Naga Galo-lah merupakan sosok yang di percaya melindungi kampung tersebut. Segala bentuk ancaman sanggup terhindar sebab tugas Naga Galo baik itu kebakaran, petaka angina, angin kencang dan lain sebagainya. Selanjutnya para rombongan yang menjalankan ritual ini melangkahkan kakinya menuju rumah rumah adat, mereka selanjutnya melaksanakan upacara atau ritual Wisi Loce. mereka pun menggelar beberapa tikar tujuannya yaitu biar roh yang tiba sanggup menunggu sebentar menjelang memasuki puncak program Penti. 

Kemudian Keluarga yang berada di rumah susila Gendang melangsungkan ritual Libur Kilo. Hal ini sebagai ungkapan rasa syukur atas kesejahteraan yang diperoleh tiap tiap keluarga. Upacara ini juga dianggap sebagai upacara upgrate kehidupan bagi tiruana anggota keluarga. Dalam program ini segala bentuk permasalahan diselesaikan dan kembali memulai kekerabatan keluarga yang ludang keringh serasi lagi.
Sedangkan cuilan puncak dari ritual Penti ini yaitu sanggup kita lihat dari acara berkumpulnya kepala susila kampung itu, kepala susila yang membagi tanah, ketua sub klen, kepala keluarga, dan para seruan yang sengaja tiba dari luar kampung. Para tetua susila berdiskusi menuntaskan segala permasalahan yang tengah terjadi serta memdiberikan solusi yang terbaik.

Nah itulah beberapa Tari Khas Nusa Tenggara Timur- Tari Perang dan sekilas perihal susila istiadat suku Bangsa Manggarai NTT, semoga berguna bagi kita tiruana sekian dan salam METIF-.
Advertisement

Iklan Sidebar